TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR DENGAN IJMA’ PARA SHAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
"Artinya : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami
(yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut
madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit
dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian
meratap"
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini atau atsar di atas
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya)
dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama
tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin
Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di
atas.
Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim.
Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para Ulama
yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di
atas dalam beberapa hal.
Pertama : Mereka ijma' atas keshahihan
hadits tersebut dan tidak ada seorang pun Ulama -sepanjang yang
diketahui penulis- wallahu a’lam yang mendloifkan hadits ini. Dan ini
disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini –sebagaimana saya
katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam
Bukhari dan Muslim.
Kedua : Mereka ijma' dalam menerima hadits
atau atsar dari ijma' para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin
Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak atsar ini. Yang
saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka
menetapkan adanya ijma’ para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada
seorangpun di antara mereka yang menyalahinya.
Ketiga : Mereka
ijma' dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman
shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan
mengharamkan apa yang telah di ijma'kan oleh para shahabat yaitu
berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di
negeri kita ini dengan nama " Selamatan Kematian atau Tahlilan".
LUGHOTUL HADITS
[1]. Kunnaa na’uddu/Kunna naroo = Kami memandang/menganggap.
Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa
berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk
dari bagian meratap.
Ini menunjukkan telah terjadi
ijma’/kesepakatan para shahabat dalam masalah ini. Sedangkan ijma’ para
shahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan
Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam seluruhnya.
[2].
Al-ijtimaa’a ila ahlil mayyiti wa shon’atath-tho’ami = Berkumpul-kumpul
di tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian
mereka makan bersama-sama
[3]. Ba’da dafnihi = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah tambahan dari riwayat Imam Ahmad.
Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di rumah ahli
mayit “sebelum dikubur”!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin
menjelaskan kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli
mayit sesudah mayit itu dikubur.
[4]. Minan niyaahati = Termasuk dari meratapi mayit
Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau yang
kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan” adalah
hukumnya haram berdasarkan madzhab dan ijma’ para sahabat karena mereka
telah memasukkan ke dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa
besar.
SYARAH HADITS
Hadits ini atau atsar di atas
memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita bahwa :
Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang
biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan
bertambah lagi bid’ahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa
kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan pada hari
pertama dan seterusnya”.
Hukum diatas berdasarkan ijma’ para
shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian
meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa
besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah.
FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA’ MEREKA DALAM MASALAH INI
Apabil para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti
masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan
tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah,
Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke
zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di
tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari
adat/kebiasaan jahiliyyah.
Oleh karena itu, agar supaya para
pembaca yang terhormat mengetahui atas dasar ilmu dan hujjah yang kuat,
maka di bawah ini saya turunkan sejumlah fatwa para Ulama Islam dan
Ijma’ mereka dalam masalah “selamatan kematian”.
[1]. Telah
berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela
Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).
“Aku
benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak
ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui
kesedihan"[1]
Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang
tidak bisa dita'wil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali
bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah
keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai
dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?"
[2].
Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman
496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At
Turki ) :
“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang
banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah
kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan
mereka [2] dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah.
Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar.
Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak
!" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan
mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah
ratapan !"
[3]. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al
Banna, di kitabnya : Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal (
8/95-96) :
"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik,
Syafi'i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan
untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan
hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi
mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni
berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu
(jelas) haram.
Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak
diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan
ta'ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.
Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli
mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i
dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas
dibencinya (perbuatan tersebut)........
Kemudian Nawawi
menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab :
“Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk
ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang
baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah "
Bid'ah."
Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir
syarahnya atas hadits Jarir menegaskan : “Maka, apa yang biasa
dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di
tempat ahli mayit) dengan alasan ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan,
menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari
pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini mereka
tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya
orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan
menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah
HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
Salafush shalih dari para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah
diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam Agama (kita).
Kita memohon kepada Allah keselamatan !”
[4]. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab
(5/319-320) telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan
makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab
Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil
dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun
beliau tegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).
[5]. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang
kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah
Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit)
dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu
muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah ".
Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bid’ah. [Baca ; Al-Majmu’ syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]
[6]. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142)
dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah "
Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau
katakan shahih.
[7]. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul
Ma'aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli
mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit
adalah " Bid'ah " yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam
[8]. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.
[9]. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun ahli
mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan
Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan
menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh)
perbuatan orang-orang jahiliyyah”.
[10]. Al Imam Ahmad bin
Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : " Dibuatkan
makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit )
membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin
Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]
[11]. Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan
mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat
makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan
lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]
[12]. Berkata Al
Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi'i ( I/79),
" Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit."
KESIMPULAN.
Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah
BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama'
termasuk didalamnya imam empat.
Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta'ziyah.
Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya.
Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para
jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat
mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi Thalib
wafat.
"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena
sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka
(yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i (
I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]
Hal
inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain
(bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).
Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan
sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya
dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena
sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... “ [Al-Um
I/317]
Kemudian beliau membawakan hadits Ja’far di atas.
[Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat
Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy,
Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat
Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M]
__________
Foote Note
[1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut
kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau
tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i
diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.
[2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya selamatan
kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila
tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah
did alam surat An-Nur ayat 33 :”Janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi”. Apakah boleh
kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur apabila mereka
menginginkannya?! Tentu tidak!
almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar