Pertanyaan:
Assalaamu ‘alaikum. Ustadz, ada seorang ustadz di sini yang
bilang bahwa koperasi simpan-pinjam itu boleh. Katanya, ada fatwa ulama
(saya belum tanya siapa ulamanya) yang berfatwa: ada wajib zakat dan ada
wajib infak. Jika ada suatu badan usaha, seperti koperasi,
yang
anggotanya meminjam uang maka dia wajib infak 2,5 persen, dan itu bukan
termasuk riba. Di tempat saya, banyak yang ikut koperasi simpan-pinjam
karena ucapan Ustadz tersebut. Tapi, saya tetap berkeyakinan bahwa itu
adalah riba. Bagaimana tentang hal tersebut?
Tedi Permana (teddy***@****.co.id)
Jawaban:
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillah.
Pertama: Kaidah baku dalam memahami riba adalah perkataan Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu, yang mengatakan,
كل قرض جر منفعة فهو ربا
“Setiap piutang yang memberikan keuntungan maka (keuntungan) itu adalah riba.”
Demikiaan juga keterangan Abdullah bin Sallam. Beliau mengatakan,
“Apabila kamu mengutangi orang lain, kemudian orang yang diutangi itu
memberikan fasilitas layanan membawakan jerami, gandum, atau pakan
ternak maka janganlah menerimanya, karena itu riba.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan keterangan di atas maka apa pun bentuk kelebihan yang diberikan oleh orang yang berutang karena konsekuensi utangnya maka statusnya adalah riba, baik yang menerima itu adalah pihak perorangan atau organisasi, semacam koperasi.
Yang kami maksud dengan “konsekuensi utang” adalah semua sebab yang
mengakibatkan kreditor memberikan kelebihan–apa pun bentuknya–kepada
debitor, baik disepakati di awal atau hanya sebatas karena perasaan
“tidak enak” kepada yang mengutangi. Artinya, andai bukan karena adanya utang tersebut, dia tidak akan memberikan apa pun kepada debitor.
Kedua: Kewajiban harta yang Allah bebankan kepada hamba-Nya hanya satu: zakat.
Berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk mendakwahi ahli kitab, beliau
berpesan untuk mengajarkan semua syarat sehingga seseorang bisa disebut
muslim. Salah satunya: “… Sesungguhnya, Allah mewajibkan zakat terhadap harta mereka ….” (HR. Bukhari, Abu Daud, Turmudzi, dan lain-lain).
Andaikan ada kewajiban harta yang lainnya dalam Islam, tentu akan dipesankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Mu’adz. Karena itu, tidak ada yang namanya “kewajiban infak”
2,5%. Jika itu ditetapkan maka itu bukan kewajiban syariat, tetapi
kewajiban iuran bagi setiap anggota koperasi yang meminjam uang. Jika
demikian, berarti kewajiban infak yang dibebankan kepada peminjam, pada
hakikatnya, adalah riba.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar