BULETIN JUM'AT ONLINE
Edisi 34 / Th. I / Ramadhan 1434 H
FIQHUS SAHUR
==> Makna Kata Sahur
Sahur berasal dari kata as-Saharu, jamaknya Ashaarun yang berarti waktu menjelang Shubuh. Maka as-Sihru dinamakan Sihir karena ia datang secara samar seperti samarnya akhir malam. (Fathul Majid, bab Maa Jaa-a fii Sihri hlm. 252)
Edisi 34 / Th. I / Ramadhan 1434 H
FIQHUS SAHUR
==> Makna Kata Sahur
Sahur berasal dari kata as-Saharu, jamaknya Ashaarun yang berarti waktu menjelang Shubuh. Maka as-Sihru dinamakan Sihir karena ia datang secara samar seperti samarnya akhir malam. (Fathul Majid, bab Maa Jaa-a fii Sihri hlm. 252)
Sedangkan menurut istilah, sahur adalah makan di akhir malam dikarenakan esoknya akan shaum. Karena itu Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama menyebut makan sahur ini dengan nama, 'Makan pagi yang penuh dengan keberkahan."
==> Pensyariatan Makan Sahur
Makan sahur merupakan amalan yang disunnahkan, yang dicontohkan Rasulullah dan ditekankan pelaksanaannya. Sebagaimana sabda beliau Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama, "Barangsiapa yang hendak shaum (berpuasa), hendaklah sahur dengan sesuatu." (HR. Ibnu Abi Syaibah 3 / 8, Ahmad 3 / 367, Abu Ya'la 3 / 438, Al-Bazzar 1 / 465 dari jalan Syuraik dari 'Abdullah Ibn Muhammad Ibn Uqail dari Jabir Radhiyallaahu 'Anhu)
Dari Anas Ibn Malik Radhiyallaahu 'Anhu, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama bersabda, "Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur ada barokah." (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1096)
Dan larangan bagi siapa saja yang meninggalkannya. Beliau Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama bersabda, "Sahur adalah makanan yang barakah, janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya meminum seteguk air, karena Allah Ta'ala dan Malaikat-Nya memberi shalawat kepada orang-orang yang sahur." (HR. Ibnu Abi Syaibah 2 / 8, Ahmad 3 / 12, 3 / 44 dari 3 jalan dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallaahu 'Anhu dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami' no. 3683)
Selain itu, dari 'Amr Ibn 'Ash Radhiyallaahu 'Anhu, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama bersabda, "Pembeda antara shaum kita dengan shaum ahlul kitab adalah makan sahur." (HR. Muslim no. 1096)
==> Hukum Sahur
Syaikh 'Ali Hasan dan Syaikh Salim Ibn 'Ied Al-Hilali hafidzhahumaallaahu berkata di dalam Shifatush-Shaumin Nabiy, "Kami berpendapat perintah Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama ini sangat ditekankan anjurannya, hal ini terlihat dari beberapa sisi :
=> Perintahnya : Sahur adalah syi'arnya shaum (puasa) seseorang Muslim, dan pemisah antara shaum kita dan shaum ahlul kitab.
=> Larangan meninggalkan sahur : Inilah qarinah yang kuat dan dalil yang jelas. Walaupun demikian, al-Hafidzh Ibnu Hajar Rahimahullaahu menukilkan dalam kitabnya (Fathul Baari 4 / 139), "Ijma' atas sunnahnya."
==> Waktu Sahur
Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar, karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama dan Zaid Ibn Tsabit Radhiyallaahu 'Anhu melakukan sahur, ketika selesai makan sahur Nabi bangkit untuk shalat Shubuh, dan jarak (selang waktu) antara sahur dan masuknya shalat kira-kira lamanya seseorang membaca 50 ayat di Kitabullah. Anas Ibn Malik Radhiyallaahu 'Anhu meriwayatkan dari Zaid Ibn Tsabit Radhiyallaahu 'Anhu, "Kami makan sahur bersama Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama kemudian beliau shalat." Anas berkata, "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur ?" Zaid menjawab, "Kira-kira 50 ayat membaca al-Qur'an." (HR. Bukhari no. 1921, Muslim no. 1098, at-Tirmidzi no. 703, an-Nasa'i 4 / 143 dan Ibnu Majah no. 1694)
==> Rukhsah (Keringanan) Dalam Sahur
Ketika kita makan sahur kemudian tiba-tiba adzan Shubuh dikumandangkan, apa yang harus kita lakukan ? Sayyid Sabiq Rahimahullaahu dalam Fiqhus Sunnah berkata, " … Maka apabila terbit fajar dan di mulutnya ada makanan, maka wajib atasnya untuk memuntahkannya …"
Ketika mengomentari perkataan ini, al-'Allamah Syaikh Nashiruddin Al-Albani Rahimahullaahu berkata dalam Tamamul Minnah, "Ini adalah sikap taklid beliau terhadap sebagian kitab fiqh, dan ini tidak ada dalilnya di dalam sunnah bahkan ini menyelisihi sabda Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama, "Apabila salah seorang dari kalian mendengar adzan dan bejana masih berada di tangan, jangan kalian letakkan hingga kalian menyelesaikan hajat atasnya." (HR. Ahmad 3 / 423, Abu Dawud no. 235 dan Al-Hakim I / 426, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi)
Ibnu Khuzaimah Rahimahullaahu menambahkan dalam riwayatnya 'Amar (yakni Ibnu Abi 'Amar) beliau meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu : "Dan adalah mereka melakukan adzan ketika terbit fajar."
Berkata Hammad (yaitu Ibnu Salamah) dari Hisam Ibn Urwah, "Adalah ayahku berfatwa dengan ini (bolehnya menyelesaikan makan dan minum ketika diterjang fajar-red)." Syaikh Al-Albani berkata, "Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim dan dia mempunyai syawahid (penguat), aku telah menyebutkannya dalam at-Ta'liqat kemudian dalam ash-Shahihah no. 1394." (Tamamul Minnah fi Ta'liqi 'alaa Fiqhis Sunnah hlm. 417)
Kemudian beliau Rahimahullaahu berkata ketika memberi kesimpulan dalam masalah ini, "Dan dari faedah yang bisa kita ambil dari hadits ini adalah batilnya bid'ah imsakiyyah seperempat jam sebelum terbit fajar. Mereka melakukan itu karena takut diterjang adzan (Shubuh) padahal mereka sedang sahur dan sekiranya mereka mengetahui bahwasanya dalam masalah ini ada rukhsah niscaya mereka tidak akan terjatuh dalam bid'ah ini." (Tamamul Minnah fi Ta'liqi 'alaa Fiqhis Sunnah hlm. 418)
==> Kesimpulan
Senada dengan yang dikatakan Syaikh Al-Albani Rahimahullaahu di atas, Syaikh 'Abdullah 'Abdirrahman Shalih Ali Bassam berkata ketika menjelaskan hadits dari Anas Ibn Malik di atas, "Bahwasanya waktu imsak itu adalah (ditandai dengan) terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah Ta'ala : "Maka makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam dari fajar." (Qs. Al-Baqarah : 187)
Maka dengan ini anda dapat mengetahui bahwasanya apa yang dijadikan manusia dari 2 waktu yaitu waktu imsak dan waktu terbitnya fajar adalah tidak ada tuntunannya. Dan itu adalah was-was dari syaithan untuk memalingkan manusia dari agama mereka. Sesungguhnya imsak itu dimulai ketika awal terbitnya fajar (fajar kedua)." (Taisir 'Alam Syarh Umdatul Ahkam hlm. 372)
Sumber : Buletin Dakwah Naashirussunnah Edisi 170 Ramadhan 1431 H
Via : Febby Buddiyanto
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=277851122357541&set=at.111107895698532.15534.100003979656825.100000307610142&type=1&theater
Tidak ada komentar:
Posting Komentar