Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Dalam berbagai hadits dilarang bagi kita untuk memajang gambar
makhluk bernyawa. Gambar yang terlarang dibawa ini adalah gambar manusia
atau hewan, bukan
gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak memiliki ruh. Jika
gambar tersebut memiliki kepala, maka diperintahkan untuk dihapus.
Karena kepala itu adalah intinya sehingga gambar itu bisa dikatakan
memiliki ruh atau nyawa. Agar lebih jelas perhatikan terlebih dahulu
hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut. Hanya Allah yang beri taufik.
Keterangan dari Berbagai Hadits[1]
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)
Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai,
وَلَا صُورَةً فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا
“Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي
الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا
الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا
بِالْأَزْلَامِ قَطُّ
“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau
tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu
dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas ssalam
tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka beliau
bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak
pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad
1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih
sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari
Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai
yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka
wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai
putus. Lalu beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini adalah lafazh Muslim). Dalam riwayat Muslim,
أَنَّهَا
نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar,
maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya
memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,
صَنَعْتُ
طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ
فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ
الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau
melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya
bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah
yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ :
« ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ
تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا
يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ
تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam
meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril
menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai
yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya
atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami
para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat
gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Pelajaran:
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas,
menunjukkan bahwa yang dimaksud gambar yang terlarang dipajang adalah
gambar makhluk bernyawa (yang memiliki ruh) yaitu manusia dan hewan,
tidak termasuk tumbuhan. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan
agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan
masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada
gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala tidaklah bisa
dikatakan bernyawa lagi.
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus
adalah setiap gambar manusia atau hewan. Yang wajib dihapus adalah
wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih
tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan
bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus.
Adapun untuk gambar mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera,
pen), maka ini tidaklah mengapa, karena seperti itu bukanlah gambar dan
hanya bagian dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa
jika darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya,
engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. Mohon
dijelaskan apa yang jadi kaedah dikatakan darurat?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud adalah semisal
gambar yang ada pada mata uang atau memang gambar tersebut adalah gambar
ikutan yang tidak bisa tidak harus turut serta dibawa atau keringanan
dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara kondisi darurat yang
dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan gambar-gambar
tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan
gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud
mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)
Penjelasan hukum dalam tulisan di atas semata-mata berdasarkan dalil dari sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar logika
semata. Semoga Allah menganugerahkan sifat takwa sehingga bisa menjauhi
setiap larangan dan mudah dalam melakukan kebaikan. Wallahu waliyyut taufiq.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Riyadh-KSA, 9th Rabi’uts Tsani 1432 H (14/03/2011)
[1] Lihat berbagai hadits tentang hal ini di web Ustadz Abu Mu’awiyah: http://al-atsariyyah.com/hadits-hadits-tentang-larangan-menggambar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar