002. Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Dengan Keraguan
Oleh : Abu Ibrahim Sunni
Kaidah Kedua : “Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Dengan Keraguan”
A. Makna Yakin dan Ragu
1. Makna Yakin
Secara bahasa yakin adalah pernyataan sesuatu, ketetapan sesuatu di dalamnya.
Secara istilah dari Ahli Fiqih, yakin yaitu keyakinan yang tetap sesuai
kenyataan dari dalil, atau bisa juga dikatakan hasil dari suatu
ketetapan atau dugaan yang sering (menguatkan) terjadi atau tidak
terjadinya sesuatu.
2. Makna Ragu
Ragu merupakan lawan
dari yakin. Secara bahasa ragu adalah penolakan. Secara istilah ragu
adalah penolakan suatu perkara/urusan antara terjadi dan tidaknya, atau
bisa juga dikatakan tidak didapatinya sesuatu yang menguatkan di antara
salah satu dari dua urusan.
B. Makna Kaidah
Kaidah ini
bermakna bahwa suatu urusan/perkara yang telah tetap dengan keyakinan
tidak bisa dihilangkan dengan keraguan, akan tetapi hanya bisa
dihilangkan dengan keyakinan yang serupa dengan keyakinan tetap
tersebut, karena keraguan adalah lemah yang tidak kuat untuk
menghilagkan keyakinan yang kuat.
C. Dalil Kaidah
Kaidah ini berdasarkan dari Al – Qur’an dan hadits, yaitu :
1. Dalil Al-Qur’an surat Yunus ayat 36 yang berbunyi :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai
kebenaran”.
2. Dalil hadits riwayat Muslim dari Abi Sa’id Al –
Khudri radhiyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasuulullaah shallallaahu
‘alaihi wasallam berkata :
“Jika seseorang dari kalian ragu
dalam shalat dan tidak didapati/tidak ingat apakah (sudah shalat) tiga
raka’at atau empat rak’at, maka hilangkan kerguan dan ikutlah apa yang
kamu yakini, kemudian sujudlah dua raka’at sebelum salam”.
D. Contoh Penerapan Kaidah
1. Jika seseorang pergi safar ke negeri yang jauh, dan terputus kabar
tentang orang tersebut dalam waktu yang lama, maka terputusnya kabar
orang tersebut bisa menimbulkan keraguan tentang kehidupannya, kecuali
jika keraguan tersebut bisa menghilangkan keyakinan tentang kepastian
hidup sebelumnya, oleh karena itu (orang tersebut) tidak boleh dihukumi
mati/meninggal, dan harta warisannya tidak boleh dibagikan kepada orang
yang ditinggalkannya selama belum tetap tentang keyakinan kematiannya.
Kecuali jika orang yang safar menggunakan kapal laut dan terbukti kapal
laut tersebut tenggelam, maka (orang tersebut) bisa dihukumi
kematiannya, karena kematian dalam hal (tenggelamnya kapal) ini
merupakan dugaan yang kuat dan dugaan yang kuat bisa menimbulkan
keyakinan.
2. Jika seorang lelaki telah menthalaq (menceraikan)
salah satu dari isitri-istrinya yang sah, dan lelaki tersebut lupa
(kepada siapa dia mencerikannya), maka lelaki tersebut tidak boleh
mendatangi salah satu dari istri-istrinya sampai jelas kepada siapa
lelaki tersebut menceraikan salah satu istrinya.
3. Jika
seseorang ragu dalam hal (sudah atau belum) mengeluarkan zakat hartanya,
maka orang tersebut wajib mengeluarkan kembali zakat hartanya dengan
niat mendekatkan diri kepada Allaah.
Allahu A’lam. Semoga bermanfa’at.
E. Sumber Rujukan
1. Talqiihul ‘Afhaamil ‘Ulyati Bisyarhil Qawaa’idil Fiqhiyyati, Waliid Sa’iidaan.
2. Syarhul Qawaa’idil Fiqhiyyati, Zurqaa.
Referensi : https://www.facebook.com/groups/salafiyun/permalink/570631122999474/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar