Mengangkat Tangan Saat Do’a Khutbah Jum’at
Perlu diketahui bahwa do’a tidak selamanya dengan mengangkat tangan.
Beberapa kondisi ada contoh bagi kita untuk mengangkat tangan, bahkan
ini hukum asalnya. Namun ada beberapa keadaan yang tidak dianjurkan
mengangkat tangan. Bagaimana dengan do’a saat khutbah Jum’at? Apakah
dianjurkan bagi imam maupun makmum untuk mengangkat tangan? Kami
berusaha menyajikan beberapa argumen akan masalah ini disertai memilih
pendapat yang lebih kuat. Allahumma yassir wa a’in.
Ulama yang Menganjurkan Mengangkat Tangan
Yang membolehkan berdalil dengan keumuman hadits yang menunjukkan bahwa
di antara adab berdo’a adalah dengan mengangkat tangan. Dari Salman
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحِى إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Hidup lagi Mulia, Dia malu jika ada
seseorang yang mengangkat tangan menghadap kepada-Nya lantas kedua
tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa dan tidak mendapatkan hasil
apa-apa.” (HR. Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih). Hadits ini adalah hadits umum untuk mengangkat
tangan dalam setiap do’a.
Yang membolehkan hal ini adalah
sebagian salaf dan sebagian ulama Malikiyah, sebagaimana dikatakan oleh
Al Qadhi Husain (Lihat Syarh Muslim, 6: 162). Di antara dalil mereka
lagi adalah ketika do’a khutbah Jum’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengangkat tangan yaitu saat do’a istisqa’ (minta hujan).
Dari Anas bin Malik, ia berkata,
أَصَابَتِ النَّاسَ سَنَةٌ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
فَبَيْنَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَخْطُبُ فِى يَوْمِ
جُمُعَةٍ قَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَ الْمَالُ
وَجَاعَ الْعِيَالُ ، فَادْعُ اللَّهَ لَنَا . فَرَفَعَ يَدَيْهِ ، وَمَا
نَرَى فِى السَّمَاءِ قَزَعَةً ، فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا
وَضَعَهَا حَتَّى ثَارَ السَّحَابُ أَمْثَالَ الْجِبَالِ ، ثُمَّ لَمْ
يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى
لِحْيَتِهِ – صلى الله عليه وسلم
“Pada masa Nabi shallallaahu
’alaihi wa sallam pernah terjadi kemarau yang panjang. Ketika Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba
seorang Badui berdiri seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, harta telah
rusak dan keluarga telah kelaparan. Berdo’alah kepada Allah untuk kami
(untuk menurunkan hujan) !’. Maka beliau pun mengangkat kedua tangannya –
ketika itu kami tidak melihat awan di langit – dan demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, beliau tidak menurunkan kedua tangannya,
hingga kemudian muncullah gumpalan awan tebal laksana gunung. Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak turun dari mimbar hingga aku
melihat hujan menetes deras di jenggotnya –shallallahu ‘alaihi wa
sallam-”. (HR. Bukhari no. 933)
Dalil yang Menyatakan Tidak Mengangkat Tangan
عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ قَالَ رَأَى بِشْرَ بْنَ
مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ فَقَالَ قَبَّحَ اللَّهُ
هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا. وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ.
Dari Hushain (bin ’Abdirrahman)
dari ‘Umaarah bin Ruaibah ia berkata bahwasannya ia melihat Bisyr bin
Marwan di atas mimbar dengan mengangkat kedua tangannya ketika berdoa
(pada hari Jum’at). Maka ‘Umaarah pun berkata : “Semoga Allah
menjelekkan kedua tangan ini. Sungguh aku telah melihat Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di atas minbar tidak
menambahkan sesuatu lebih dari hal seperti ini”. Maka ia mengisyaratkan
dengan jari telunjuknya” (HR. Muslim no. 874).
Dalam riwayat lain disebutkan,
مَا زَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menambah lebih dari
itu dan beliau berisyarat dengan jari telunjuknya.” (HR. An Nasai no.
1412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ulama yang Tidak Menganjurkan Mengangkat Tangan
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
هَذَا فِيهِ أَنَّ السُّنَّة أَنْ لَا يَرْفَع الْيَد فِي الْخُطْبَة
وَهُوَ قَوْل مَالِك وَأَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ . وَحَكَى الْقَاضِي عَنْ
بَعْض السَّلَف وَبَعْض الْمَالِكِيَّة إِبَاحَته لِأَنَّ النَّبِيّ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي خُطْبَة الْجُمُعَة حِين
اِسْتَسْقَى وَأَجَابَ الْأَوَّلُونَ بِأَنَّ هَذَا الرَّفْع كَانَ
لِعَارِضٍ .
“Yang sesuai dengan ajaran Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah tidak mengangkat tangan (untuk berdo’a) saat
berkhutbah. Ini adalah pendapat Imam Malik, pendapat ulama Syafi’iyah
dan lainnya. Namun, sebagian salaf dan sebagian ulama Malikiyah
membolehkan mengangkat tangan saat do’a khutbah Jum’at karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah mengangkat tangan kala itu
saat berdo’a istisqa’ (minta hujan). Namun ulama yang melarang hal ini
menyanggah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan
saat itu karena ada suatu sebab (yaitu khusus pada do’a istisqa’).”
(Syarh Muslim 6: 162)
Ulama besar Saudi Arabia yang pernah
menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum mengangkat
tangan bagi makmum untuk mengaminkan do’a imam saat khutbah Jum’at? Apa
hukum mengaminkan do’a tersebut dengan mengeraskan suara?”
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjawab,
Mengangkat tangan ketika khutbah Jum’at tidaklah disunnahkan bagi imam
maupun bagi makmum. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
melakukan seperti ini. Begitu pula perbuatan semisal ini tidak pernah
dilakukan oleh khulafaur rosyidin. Akan tetapi jika do’a tersebut untuk
do’a istisqa’ (minta hujan) pada khutbah Jum’at, disunnahkan bagi makmum
untuk mengangkat tangan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengangkat tangan ketika berdo’a minta hujan saat khutbah Jum’at. Allah
Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzab: 21).
Adapun makmum mengaminkan do’a imam ketika khutbah, maka menurutku
tidaklah mengapa, namun dengan tidak mengeraskan suara. (Sumber fatwa di
sini http://www.binbaz.org.sa/mat/4695)
Kesimpulan, pendapat yang menyatakan tidak mengangkat tangan saat do’a
khutbah Jum’at kami nilai lebih kuat. Sedangkan dalil Salman yang
menunjukkan adab do’a adalah mengangkat tangan, itu adalah dalil umum
dan dikhususkan dengan dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat khutbah hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuk.
Lantas
bagaimana dengan makmum? Tidak ada dalil yang membicarakan mengenai
makmum apakah mengangkat tangan ataukah tidak saat do’a imam ketika
khutbah Jum’at. Sebagian ulama menyatakan boleh saja mengangkat tangan
karena hukum asal do’a adalah mengangkat tangan. Ulama lain menyatakan
tidak perlu mengangkat tangan karena sama dengan imam dan jika
mengangkat tangan dituntunkan bagi makmum, tentu akan sampai hadits
mengenai hal itu kepada kita (Lihat fatwa islamweb di sini). Intinya di
sini ada khilaf (beda pendapat). Namun pendapat yang kami rasa lebih
kuat adalah makmum tetap tidak mengangkat tangan sebagaimana alasan yang
telah disebutkan dan ditunjukkan pula dalam fatwa Syaikh Ibnu Baz di
atas.
Wallahu a’lam. Wa billahit taufiq.
@ Faculty of Engineering Corridor, KSU, Riyadh KSA, 19th Muharram 1433 H
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar