Memeluk Lutut Saat Mendengarkan Khutbah Jum’at?
Tanya : Bagaimana hukum memeluk lutut ketika mendengarkan khotib berkhutbah, apakah dibolehkan atau tidak? mohon penjelasannya.
Barokallohu fiik.
[Abu Umamah].
Jawab : Wa fiika baarakallaah.
Duduk seperti itu disebut sebagai hubiyah. Di sini, jawaban akan kami
petikkan dari Silsilah Al-Fataawaa Asy-Syar’iyyah karya Asy-Syaikh
Abul-Hasan Al-Ma’ribiy hafidhahullah :
رُوي نهي عن الحبية من حديث
معاذ بن أنس الجهني ، وعبدالله بن عمرو عند أبي داود ، والترمذي ، وابن
ماجه ، وغيرهم ، إلا أن هذا الحديث فيه نظر من الجهة الحديثية والفقهية .
Telah diriwayatkan adanya pelarangan al-hubiyyah dari hadits Mu’aadz
bin Anas Al-Juhhaniy dan ‘Abdullah bin ‘Amru oleh Abu Daawud,
At-Tirmidziy, Ibnu Maajah, dan yang lainnya. Akan tetapi hadits ini
perlu ditinjau kembali dari aspek haditsiyyah maupun fiqhiyyah.
فمن
الناحية الحديثية : ففي حديث معاذ بن أنس من لا يُحتج به ، وفي حديث ابن
عمرو احتمال وجود رجل واهٍ فيه ، ورُوي من مرسل أو معضل يحيى بن أبي كثير ،
ومرسلاته شبه الريح ، قاله القطان ، انظر ” تهذيب التهذيب ” وحديث جابر
فيه متروك .
Dari aspek haditsiyyah : Pada hadits Mu’aadz bin
Anas terdapat perawi yang tidak dapat dipergunakan sebagai hujjah,
sedangkan pada hadits Ibnu ‘Amru kemungkinan ada perawi waahin.
Diriwayatkan pula secara mursal atau mu’dlal dari Yahyaa bin Abi
Katsiir, akan tetapi riwayat mursal Yahyaa itu seperti angin (= tidak
bernilai samaka sekali), sebagaimana dikatakan oleh Al-Qaththaan. Lihat
Tahdziibut-Tahdziib. Adapun hadits Jaabir, terdapat perawi matruuk.
ومن الناحية الفقهية : فراوي حديث معاذ بن أنس : أبو عبدالرحمن المقرئ ،
وقد قال بعد روايته : ” ليس هو بالمعروف عند الناس – ولعله يعني هذا
الحُكْم – ولم يزل الناس يحتبون اهـ . من ” مسند أبي يعلى ” .
وذكر ابن
المنذر في ” الأوسط ” ( 4/81-83) أن أكثر مَنْ يُحفظ عنه من أهل العلم
رخّصوا في ذلك ، وفي ” نيل الأوطار ” (3/266) أن أبا داود قال : “لم يبلغني
أن أحدًا كرهها إلا عبادة بن نسى ” اهـ . والظاهر أن هناك غيره ممن كرهها
أيضًا .
Dari aspek fiqhiyyah : Perawi hadits Mu’aadz bin Anas
yang bernama Abu ‘Abdirrahmaan Al-Muqri’, setelah membawakan riwayatnya
berkata : “Hal itu (yaitu hubiyyah) tidaklah dikenal oleh orang-orang –
yaitu dari sisi hukumnya pelarangannya – , dan mereka senantiasa
melakukannya” – selesai. Musnad Abi Ya’laa.
Ibnul-Mundzir
menyebutkan dalam Al-Ausath (4/81-83) bahwasannya kebanyakan ulama
membolehkannya. Dan dalam Nailul-Authaar (3/266), disebutkan bahwa Abu
Daawud berkata : “Tidak riwayat yang sampai kepadaku adanya ulama yang
memakruhkannya kecuali ‘Ubaadah bin Nusay” – selesai. Kelihatannya, ada
orang lain selainnya (‘Ubaadah) yang memakruhkannya juga.
فالظاهر –
مع غَمْزِ من غَمَزَ في الحديث – أن الحبية في حالة الخطبة لا تكره ؛ إلا
إذا كانت سببًا في كشف العورة ، أو نقض الطهارة بسبب النعاس ، الذي يصل إلى
درجة تفقد الرجل الطهارة ، أو يحول دون الاستماع للخطيب ، والله أعلم .
Maka, yang nampak dari hadits bahwasannya hubiyyah tidaklah makruh saat
mendengarkan khutbah, kecuali jika hal itu menjadi sebab tersingkapnya
aurat, atau membatalkan wudlu karena ngantuk (sehingga mengantarkannya
kepada tidur), atau terhalangnya mendengarkan khutbah. Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, bogor].
http://abangdani.wordpress.com/2011/02/10/memeluk-lutut-saat-mendengarkan-khutbah-jumat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar