.
Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab,
“Bahwasanya Umar bin Khathab memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari bahwa pencatatan pengeluaran dan pemasukan pemerintah dilakukan oleh satu orang.
.
Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani. Abu Musa pun mengangkatnya untuk mengerjakan tugas tadi.
.
Umar bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya. Ia berkata: ‘Hasil kerja orang ini bagus, bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan kami?’.
.
Abu Musa menjawab: ‘Ia tidak bisa masuk ke tanah Haram’.
.
Umar bertanya: ‘Kenapa? Apa karena ia junub?’.
.
Abu Musa menjawab: ‘bukan, karena ia seorang Nasrani’.
.
Umar pun :
— menegurku dengan keras
—— dan memukul pahaku dan berkata: ‘pecat dia!’.
.
Umar lalu membacakan ayat:
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu TERMASUK GOLONGAN MEREKA. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim‘”
.
(Tafsir Ibni Katsir, 3/132).
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
.
Jelas sekali bahwa ayat ini (QS. Al Maidah: 51) larangan menjadikan orang kafir sebagai :
▬ pemimpin
▬▬ atau orang yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin.
.
Baca selengkapnya di :
http://muslim.or.id/tafsir/menjadikan-orang-kafir-sebagai-auliya.html
__
via : Orcela
Jelas sekali bahwa ayat ini (QS. Al Maidah: 51) larangan menjadikan orang kafir sebagai :
▬ pemimpin
▬▬ atau orang yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin.
.
Baca selengkapnya di :
http://muslim.or.id/tafsir/menjadikan-orang-kafir-sebagai-auliya.html
__
via : Orcela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar