Redaksi – Minggu, 16 Juni 2013 17:00 WIB
Bukti-bukti kesesatan
LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan
apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa:
LDII sesat. MUI
dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005,
merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam
Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh
pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi
itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak
Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap
munculnya berbagai ajaran
sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena
sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara
kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak
terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang
keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur
aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada
pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan
Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90,
Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII
dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga
cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah
orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang
tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan
Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
Surat 21 orang
keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf,
taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam
surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat
dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar
Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan
dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka
itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut
bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat
ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan
cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam
Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok,
turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul
Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam
jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang
tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan
banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat
kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang
pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya
berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh
ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang
betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.”
(CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin
ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
Menganggap sholat orang
Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang
LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat
masjid-masjid untuk golongan LDII.Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak
dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai
paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di
akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah
bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK
INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai
paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur
tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan
dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan.
Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat
sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian,
duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para
korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang
menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar
Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan
korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah
bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan
Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari
Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar.
Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai
jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21
Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan
Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul
Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat
bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu
adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu
kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M,
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri,
Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta:
Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang
dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam
yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya
keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus
1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie
ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
Pelarangan Islam
Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan
Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap
Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa.
Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an
Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID),
Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya
yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh
wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut
pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai
adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971,
Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
Kesesatan, penyimpangan,
dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam
Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan
Triliunan Rupiah (2004).
LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan
aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang
Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa
contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah,
yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.”
(Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama,
Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
LDII dinyatakan sesat oleh MUI
karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis
Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam
wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah
mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang
menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap
sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th
XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
Sistem Manqul
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah
Lubis adalah “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga
langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang
dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan
mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu
tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia
dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan
kepadanya itu”. (Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan
Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan
ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian
disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah
kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .
Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu
menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.”
(Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya
lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara
bagaiman atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan
hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan
lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran
manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat
pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain,
sehingga sangat tergantung dan terikat denga apa yang digariskan Amirnya
(Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang
mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk
diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ(17)
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ
الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ(18)
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan
kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah
berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang
mempunyai akal. (QS Az-Zumar [39] : 17-18)
Dalam ayat tersebut
tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama.
Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja
harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai
akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini
digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu
Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/wajib manqul dari Nur Hasan
atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat Buku
Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001,
halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya
mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan
Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur
Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di
akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII
bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu
dusta alias bohong.
***
Diskrispi tentang LDII
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan
Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec.
Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908
menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut
oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang
telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK
Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).
Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam
Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis
(Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian
berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun
1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII
sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka
bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama
sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut
tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah
Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan
jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul
Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953
di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu
itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI
(jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971
ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali
Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di
Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di
bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal
Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede,
Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah
Indonesia). (Lihat Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November
1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10,
2001, halaman 265, 266, 267).
Semua itu digerakkan dengan
disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi
kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup
rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur
Luhuring Budi karena Allah.” (lihat situs: alislam.or.id).
Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah
diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka
anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman
orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir
dan najis (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya
terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada
DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi
Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta,
cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Itulah kelompok LDII
(Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam
Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar
Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang
kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini:
kaku–kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena
mewarisi sifat kaum khawarij, ada doktrin bahwa mencuri barang selain
kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh
amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku Bahaya
Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).
Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara
rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka
diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu
disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang
sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka
masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya.
Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan duit. Daripada
masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan duit.
Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu
Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham
pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur
banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya
untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu
ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka
setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh
“tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk
membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.
Kasus tahun
2002/2003 (disebut kasus Maryoso) ramai di Jawa Timur tentang banyaknya
korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh
para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi
itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil,
apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang
disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban
mencapai hampir 11 triliun rupiah. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari
21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan
Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004)
Via Bang Amri
https://www.facebook.com/zail.amri/posts/637116539704459?comment_id=637186903030756&offset=0&total_comments=27&ref=notif¬if_t=feed_comment_reply
Tidak ada komentar:
Posting Komentar